Read-a-Thon Hari #4: Kumpulan Cerita Cinta Kelam



Buku yang selesai dibaca: Cukup Sekian Cerita Cinta untuk Hari Ini, Rieke Saraswati
Buku yang sedang dibaca: Kelir Slindet, Kedung Darma Romansha

Setelah melahap cerita-cerita absurd, hari ini dihadapkan pada cerita-cerita cinta yang tak biasa. Kelam dan gelap. Setidaknya begitulah yang saya rasakan. Seperti yang disebutkan di cover belakang, dalam kumcer ini tidak ada formula klise semacam cinta segitiga, tak direstui orangtua, atau bahkan happily ever after.
Saat tiba di halaman 48, rasanya pengen nutup buku ini. Tapi bagaimana saya bisa menilai sebuah buku jika tidak memiliki pandangan utuh karena hanya membacanya sebagian saja? Saya suka dengan cara penulisnya bercerita terlampau blak-blakan. Ada banyak kalimat-kalimat cerdas terlontar dan kemudian saya tempeli sticky note. Barangkali kelak saat saya kangen ingin membacanya lagi, saya bisa dengan cepat menemukan bagian-bagian terbaik dari kumcer ini.

 
Ia bukan tipe bule yang membaca Pramoedya Ananta Toer kemudian langsung merasa paling tahu seluk beluk negara ini. (Apartemen, hal. 98) 
 
Teman saya, Balasa, bilang kalau dia suka dengan cara penulisnya “menyombongkan” pengetahuannya tentang sastra dan seni ke dalam ceritanya. Saya sepakat. Ada banyak penyair, penulis dan seniman yang namanya berseliweran, cukup menggambarkan selera bacaan penulisnya. Dan itu tentu saja menjadi semacam referensi yang barangkali akan saya cari di kemudian hari.

Lelaki itu ikut-ikutan melambaikan tangan dengan ramah, lalu ia bertanya soal buku yang ada di genggamanku.
“Biografi Marina Tsvetaeva. Penyair Rusia.”
“Oh.”
Aku menambahkan, “Aku senang membaca kehidupan para penyair yang sudah tiada.”
“Bukannya membosankan?” timpalnya.
“Tidak sama sekali,” kataku. “Shelley meninggal karena kecelakaan kapal, Byron bersetubuh dengan adik perempuannya, dan Yeats konon bisa berbicara kepada orang-orang yang sudah mati.”
Lelaki itu tertawa lantas bertanya, “Siapa namamu?”
(Tidakkah Kamu Merindukanku Sedikit Saja, Sahabatku, hal. 34)
 
Mengenai kesan kelam yang saya dapatkan, barangkali karena sebagian besar ceritanya berpusar pada kisah cinta perempuan dan laki-laki dewasa yang rumit, tokoh-tokohnya memiliki kelainan kepribadian, ada beberapa unsur kekerasan, hingga urusan di atas ranjang, yang menurut saya, overload. Ini hanya masalah selera sih. Saya pikir jika tidak dibarengi dengan gaya menulis blak-blakan dan sarkas penulisnya, juga kecerdasan melontarkan kalimat cerdas yang telah saya sebutkan di atas, kumcer ini tak lebih hanya akan menjadi  semacam cerita stensilan.
Makanya setelah beres membaca kumcer ini, saya tidak langsung memberikan peringkat di goodreads karena bimbang. Saya sangat suka dalam satu aspek tetapi jengah dengan aspek lain. Saya ingin membaca ulang satu bagian, tetapi tidak bagian lainnya.
Oya satu lagi, menurut saya, cita rasa antara satu cerita dan cerita lain begitu mirip dan konsisten. Jika diibaratkan ini sebuah minuman, ada susu, teh dan kopi. Semuanya diseduh dengan air panas. Tidak ada yang di-blender, dicampur es, di-mix dengan buah-buahan dsb. Jadi jika disebutkan cerpen mana yang paling berkesan, saya mesti mengingat-ingat dulu untuk bisa menyebutkan judulnya. Yang saya ingat, setelah membaca ini kepala saya berat dan rasanya perlu mendefinisikan ulang tentang banyak hal. Salah satunya, apakah cinta sejati antara laki-laki dan perempuan itu ada?

Comments

  1. Kayaknya menarik kak bukunya. Beli lah ya nanti aku heehhe semoga masih ada

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bacalah!
      Kayanya masih ada di tobuk-tobuk. Hehe

      Makasih sudah mampir ya :D

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

SURGA SUNGSANG: Perjuangan Warga Tanjung Melawan Kekerasan